Nama : Nuri Novianti Pramesti
NPM : 22209557
Kelas : 4EB19
Tugas Softskill Minggu ke- 3
Kasus Letter of Credit Fiktif BNI
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
·
Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
·
Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall
Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
·
Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau
sekitar Rp. 1,7 trilyun
·
Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group
dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group
2 perusahaan dibawah Petindo Group
·
Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
·
Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
·
Skim : Usance L/C
Kronologi:
1. Bank BNI Cabang
Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland,
Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya
Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan
sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American
Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan
permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C
tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group
menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3. Setelah beberapa tagihan
tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan
nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan
sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak
kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah
mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi
kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus
ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada
kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses).
Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor
fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan
internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya
pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
Analisa:
1)
Pembeli (buyer) = Negara Congo dan Kenya
2)
Penjual (seller) = Negara Indonesia
3)
Bank eksportir = Bank Negara Indonesia
(BNI)
4)
Bank importir = Rosbank Switzerland,
Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya
Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan
sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American
Express Bank dan Standard Chartered Bank
5)
Barang yg diperjual belikan = Pasir Kuarsa dan Minyak
Residu
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar